Pemprov Jabar abai Risiko Bahan Berbahaya dan Beracun

REDAKSI JABAR

- Redaksi

Jumat, 4 Oktober 2024 - 13:54 WIB

5043 views
facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Analisanews.id

*BANDUNG** – Banyak orang mengasosiasikan istilah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dengan limbah berbahaya. Namun, bahaya sebenarnya juga terletak pada bahan tersebut sebelum digunakan dalam proses industri.

Di Provinsi Jawa Barat, selama bertahun-tahun telah terjadi banyak insiden yang menyebabkan korban, baik di kalangan pekerja maupun masyarakat, akibat dampak B3. Dampak tersebut bervariasi, mulai dari efek kecil hingga yang berakibat fatal, yang disebut dampak akut. Namun, sering kali dampak kronis yang muncul dalam jangka panjang diabaikan. Sayangnya, monitoring terhadap dampak ini belum terlihat jelas.

Bahan berbahaya dapat ditemukan di berbagai komunitas, termasuk di rumah tangga, rumah sakit, dan pabrik. Setiap hari, bahan ini diangkut melalui jalur darat, udara, dan laut. Pertumbuhan industri di Jawa Barat, yang menyumbang lebih dari 40% Pendapatan Asli Daerah (PAD), semakin memicu penggunaan dan produksi B3. Baru-baru ini, dua kawasan industri baru di Subang dan Patimban diresmikan, di mana pabrik petrokimia dan produksi Battery EV direncanakan beroperasi, semuanya berpotensi menghasilkan B3.

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dan Perda Nomor 23 Tahun 2012 mengatur kewajiban untuk menyelenggarakan sistem kedaruratan. Namun, hingga saat ini, pelaksanaan peraturan tersebut masih minim.

Ketua Rumah Gagasan, Kang Cakra, menjelaskan bahwa sistem penanggulangan kedaruratan B3 jauh lebih kompleks dibandingkan dengan bencana alam. Kelemahan dalam perencanaan pembangunan yang tidak mempertimbangkan risiko bahaya menjadi faktor utama, ditambah kurangnya kesadaran dari pejabat berwenang di Pemprov Jabar. Dalam pertemuan audiensi dengan pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Inspektorat dan BPBD, Kang Cakra menegaskan pentingnya pelaksanaan sistem kedaruratan B3. Meskipun kesepakatan dicapai pada 16 Januari 2024, realisasi masih belum terlihat hingga Oktober 2024.

Akibatnya, timbulnya korban di kalangan pekerja industri dan masyarakat sekitar menjadi tanggung jawab pejabat berwenang. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023, setiap pejabat yang sengaja mengabaikan pengawasan hingga menyebabkan hilangnya nyawa dapat dikenakan sanksi pidana.

Kang Cakra menekankan bahwa tanpa regulasi yang tepat, perencanaan terstruktur, peningkatan kapasitas penanganan, dan koordinasi antar sektor, keselamatan jiwa masyarakat, petugas pertolongan darurat, dan petugas medis akan terancam. Semua itu hanya dapat terwujud dengan adanya sistem yang komprehensif dan partisipasi aktif masyarakat dalam memberikan masukan dan kritik.

(Red)**

Berita Terkait

Forum Kader Bela Negara ( FKBN ) hadiri Upacara Peringatan Hari Bela Negara Di Pemkot Bandung
Pemdaprov Jawa Barat Akan Gelar Forum Diaspora Jabar Chapter IV Fokus memfasilitasi peluang beasiswa internasional
MOJANG JAJAKA JABAR, Alfath – Maheswara dari Kota Bogor Moka Jabar 2024
Kang DS : Tahun Ini Pemkab Bandung Terima 1.500 Tenaga Honorer Menjadi P3K
Efisiensi Anggaran, DPRD KBB Ingin Gedung Putih Segera Difungsikan
KORMI Gelar Festival Olahraga Tradisional Tingkat Kabupaten Bandung Tahun 2024
Kolong Flyover Mochtar: Dari Tempat Kumuh Menjadi Ruang Publik
*Sekda Herman Suryatman Ajak Akademisi Bersumbangsih untuk Indonesia Emas 2045

Berita Terkait

Rabu, 18 Desember 2024 - 00:14 WIB

Pemkot Cimahi Resmikan Taman Animasi Baros Dan Gebyar Menanam Pohon Pada Peringatan Hari Penanaman Pohon Indonesia

Berita Terbaru

KARO

Perayaan Natal Dinkes Karo Bupati Turut Hadir

Sabtu, 21 Des 2024 - 17:26 WIB